DJP Ungkap Sejumlah Kendala Kejar Pajak Ekonomi Digital
- November 12, 2025
- Posted by: Administrator
- Category: Tax News
Direktorat Jenderal Pajak mengungkap sejumlah kendala dan tantangan yang mereka hadapi dalam memajaki transaksi digital. Hal tersebut disampaikan oleh Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum, Iwan Djuniardi, dalam diskusi Kupas Tuntas Aspek Perpajakan Ekonomi Digital. Ia menjelaskan bahwa meskipun ekonomi digital menjadi sumber potensi penerimaan baru yang cukup besar, faktanya upaya memajakinya tidaklah mudah. Kesulitan ini tidak hanya dihadapi oleh Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Pajak, tetapi juga oleh hampir semua otoritas pajak di dunia.
“Internet muncul lama, e-commerce sudah lama. Tapi otoritas pajak masih terseok-seok mengejarnya,” katanya.
Mengapa Otoritas Pajak Masih Sulit Mengoptimalkan Pajak dari Ekonomi Digital?
Menurut Iwan, Kemenkeu, DJP, dan otoritas pajak di berbagai negara terlambat merespons pesatnya perkembangan ekonomi digital. Akibat keterlambatan tersebut, mereka kini menghadapi berbagai tantangan dalam upaya memaksimalkan penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital.
Tiga Tantangan Utama dalam Memajaki Ekonomi Digital
-
- Nexus atau Keberadaan Usaha
Iwan menjelaskan tantangan pertama adalah menentukan nexus atau keberadaan pelaku usaha. Di era digital, batasan ruang dan waktu nyaris tidak berlaku lagi sehingga sebuah perusahaan bisa menjalankan bisnisnya di Indonesia tanpa harus benar-benar hadir secara fisik. Selain itu, lalu lintas pembayaran dan transaksi dilakukan sepenuhnya secara digital, sehingga wujud dan alirannya sulit dilihat.
“Semua lalu lintas jasa, pembayaran tidak bisa dilihat wujudnya, ini tantangan kita. Kita sudah mulai dengan UU HPP untuk menggali lebih lanjut (Potensi pajak). Tapi sampai saat ini masih belum efektif. Kita masih cari cara,” ujar Iwan. - Penentuan Nilai dan Alokasi Laba
Tantangan kedua datang dari model bisnis dalam kegiatan ekonomi digital yang bergantung pada aset tak berwujud. Model bisnis tersebut membuat DJP kesulitan mengukur potensi dan menggali potensi pajaknya secara konvensional. Masalah tersebut berkemungkinan munculkan risiko terjadinya profit shifting dan tax base erosion. - Pemungutan dan Administrasi Pajak
Tantangan terakhir terkait dengan pemungutan dan administrasi. Transaksi digital terus terjadi dalam jumlah besar, berlangsung setiap hari, dan bersifat mikro. Dengan skala dan frekuensi tersebut membuat proses administrasi dan pengawasan pajak menjadi sangat kompleks.
- Nexus atau Keberadaan Usaha
Langkah Kemenkeu dan DJP Menghadapi Tantangan Pajak Digital
Menanggapi tantangan pajak digital Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Pajak terus berupaya memperkuat strategi pemungutan pajak di sektor ekonomi digital. Salah satu langkah nyata yang telah dilakukan adalah penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) terhadap pelaku usaha luar negeri. Hingga 30 September 2025, DJP mencatat penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital mencapai Rp42,53 triliun, di mana Rp32,94 triliun di antaranya berasal dari pemungutan PPN PMSE.
Upaya lainnya yang dilakukan DJP, yaitu berfokus pada peningkatan koordinasi antar lembaga dan instansi pemerintah yang selama ini masih terkendala oleh perbedaan pola pikir dan kesiapan menuju sistem digital. Upaya lain yang dilakukan meliputi penyempurnaan regulasi agar lebih berorientasi digital serta percepatan transformasi dan inovasi di bidang administrasi perpajakan. Melalui transformasi ini, DJP mulai meninggalkan proses manual dan menggantinya dengan sistem yang sepenuhnya digital dan berbasis data dalam hal administrasi, pemungutan, dan pengawasan pajak.

</p>


