Kemenkeu Temukan Lumbung Pajak Baru, Apa Itu?

Kementerian Keuangan menemukan sumber pajak baru yang akan mereka gunakan untuk mengejar target penerimaan pajak Rp2.357,7 triliun pada 2026 mendatang. Keberadaan lumbung pajak baru itu diungkap oleh Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Yon Arsal saat Webinar Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) bertajuk “Meningkatkan Rasio Perpajakan di Tengah Tekanan Ekonomi: Strategi dan Solusi” pada Selasa (26/8) lalu.

 

Apa yang dimaksud dengan ‘lumbung pajak baru’ dalam konteks perpajakan?

Kementerian Keuangan memandang kegiatan ekonomi digital bisa menjadi salah satu sumber penerimaan pajak yang menjanjikan. Hal ini terkait besarnya perputaran uang yang terjadi di dalam kegiatan ekonomi digital ini.

 

Berapa banyak perputaran uang dalam kegiatan ekonomi digital di dalam negeri?

Perputaran uang dalam kegiatan ekonomi digital di dalam negeri cukup besar. Hal ini terlihat dari nilai transaksi yang tercatat berdasarkan data Kementerian Keuangan dengan rincian sebagai berikut;

 

Dari nilai transaksi tersebut, berapa yang sudah berhasil dikumpulkan Ditjen Pajak?

Merujuk pada data Direktorat Jenderal Pajak per 31 Juli, total penerimaan pajak yang berasal dari aktivitas ekonomi digital telah mencapai Rp40,2 triliun. Rincian penerimaan pajak dari sektor ini disajikan sebagai berikut:

  • Dari pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) Rp31,06 triliun.
  • Pajak atas aset kripto Rp1,55 triliun.
  • Pajak fintech (peer-to-peer lending) Rp3,88 triliun.
  • Pajak yang dipungut pihak lain melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (Pajak SIPP) Rp3,53 triliun.

 

Guna mengejar target pajak pada sektor ekonomi digital, Kemenkeu dan Ditjen Pajak menyiapkan langkah-langkah berikut:

    1. Menerbitkan PMK Nomor 37 Tahun 2025 tentang Penunjukan Pihak Lain Sebagai Pemungut PPh Serta Tata Cata Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan PPh yang Dipungut oleh Pihak Lain Atas Penghasilan yang Diterima Atau Diperoleh Pedagang Dalam Negeri dengan Mekanisme Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
      1. Beleid ini tidak mengatur mengenai pengenaan pajak baru.
      2. Beleid hanya berfokus kepada pemberian kemudahan bagi para pedagang online untuk melaksanakan kewajiban pajak mereka.
      3. Melalui PMK ini, pedagang tidak lagi menghitung, melapor dan menyetor pajak sendiri.
      4. Semua proses menghitung, melapor dan menyetor pajak akan dilakukan oleh platform tempat pedagang berjualan.
    2. Menerbitkan PMK Nomor 5 Tahun 2025 tentang tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan Atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto.
      1. Kebijakan ini menghapus PPn atas kripto di platform resmi dan memperlakukannya seperti surat berharga.
      2. Dengan kebijakan ini tarif PPh Pasal 22 atas kripto ditetapkan sebesar 0,21 persen (platform dalam negeri) dan 1 persen atas platform asing.
      3. Dengan kebijakan ini penambang kripto tidak dikenakan PPh Pasal 22 final tapi tarif umum mulai tahun fiskal 2026
how can we help you?

Contact us at the Consulting WP office nearest to you or submit a business inquiry online.

see our gallery

Looking for a First-Class Tax and Business Consultant?